Rabu (7 September 2022) hari kedua dari kegiatan Muktamar Pemikiran Mahasiswa Nasional I. Kegiatan hari ini dilanjutkan dengan studi lapangan sejarah Islam di Ponorogo, pukul 09.00 seluruh peserta didampingi panitia dan Dr. Iswahyudi, M.Ag (IAIN Ponorogo) berangkat menggunakan bis kampus menuju pemakaman Bathara Katong. Sebelum masuk ke dalam pemakaman para peserta diberi pengetahuan mengenai Bathara Katong oleh bapak Dr. Iswahyudi, M.Ag beliau mengatakan “Bathara Katong merupakan salah satu pendiri pertama kabupaten Ponorogo dan merupakan adipati pertama di Ponorogo. Bathara Katong juga merupakan utusan Kesultanan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo. Dalam cerita Bathara Katong pula, terdapat sejarah adanya Reyog Ponorogo yang merupakan refleksi penghinaan terhadap Raja Majapahit yakni Prabu Wijaya, karena seorang yang kuat namun dikuasai oleh merak yakni istrinya. Bentuk Reyog yaitu bermuka harimau namun diatasnya dadak merak” jelas bapak Dr. Iswahyudi, M.Ag. Kemudian para peserta dipersilahkan memasuki area pemakaman, makam Bathara Katong berada di antara beberapa makam lainnya, para peserta diajak untuk duduk di bagian pelataran makam Bathara Katong dan membaca doa bersama yang dipimpin oleh bapak Dr. Iswahyudi, M.Ag.
Setelah melakukan ziarah ke makam Bathara Katong peserta diajak kembali untuk mengunjungi tempat bersejarah lainnya yakni makam Kiai Ageng Hasan Besari. Sebelum memulai doa-doa yang akan dipanjatkan bersama, peserta kembali mendapat arahan dari bapak Dr. Iswahyudi, M.Ag. Beliau menjelaskan bahwa “Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari merupakan pendiri pesantren Gebang Tinatar atau dikenal dengan Tegalsari di desa Tegalsari, kecamatan Jetis, Ponorogo. Ditangan Kiai Ageng Hasan Besari, pondok berkembang pesat. Tidak kurang dari 3 ribu santri pernah berlajar di pondok tersebut. Pondok tersebut terus berkembang dari generasi ke generasi, namun pada pertengahan abad ke 19 yaitu di generasi ke empat, pondok tersebut mengalami penyusutan dan saat ini tidak ada lagi santri yang sekolah disana, namun para santri dan keturunannya mendirikan pondok lainnya diberbagai belahan Nusantara.” Jelas beliau. Setelah penjelasan tersebut peserta diajak berdoa bersama untuk mengenang sejarah, dan untuk selalu mengingat kematian, doa ini dipimpin oleh bapak Dr. Iswahyudi, M.Ag juga. Dari penjelasan dan ziarah tersebut para peserta khususnya peserta dari Fushpi sangat terkesan akan sejarah yang ada di Ponorogo, peserta mengetahui cerita bagaimana dan siapa yang membawa Islam ke Ponorogo dan dapat langsung berkunjung ke salah satu makamnya. Kemudian sebelum kembali menuju ma’had IAIN Ponorogo yang merupakan tempat para peserta tinggal selama kegiatan, peserta diajak untuk berbelanja oleh-oleh khas Ponorogo ke Jenang “Mira” yang berlokasi tidak jauh dari ma’had. (Nadia)