
FORDIS EDISI #4
Hari/ Tanggal: Rabu/ 21 Mei 2025
Waktu : 09.00 s.d. selesai
Tempat : Hybrid
Offline: Ruang Rapat B FUSHPI UIN Raden Fatah Pelambang
Online : Zoom Link = https://uinrf.id/fushpizoom1
Pembicara : 1) Dr. H. Kusnadi, MA
2) Kholila Mukaromah, S.Th.I., M.Hum
Moderator : Heni Indrayani, MA
Sinopsis
*Tema 1: Green Mosque: Strategi Dakwah Membumi Berbasis Tafsir Larangan Boros*
Konsep Green Mosque mengintegrasikan prinsip keberlanjutan lingkungan ke dalam aktivitas keagamaan, dengan berdasar pada tafsir QS. Al-A’raf (7:31) yang melarang perilaku boros. Tema diskusi ini akan mengeksplorasi bagaimana masjid dapat menjadi pusat dakwah ekologis melalui pendekatan praktis dan edukatif. Strateginya meliputi transformasi infrastruktur masjid—seperti penggunaan energi terbarukan, sistem penghemat air wudu, dan pengelolaan sampah organik—sebagai bentuk implementasi ayat-ayat Quran tentang menjaga keseimbangan alam (QS. Ar-Rahman 55:7-9). Selain itu, dalam diskusi ini juga akan menyoroti peran khotbah Jumat dan kajian kitab klasik untuk menyadarkan jemaat tentang etika konsumsi Islam, termasuk larangan israf (berlebihan). Contoh konkret seperti bank sampah masjid, pelatihan daur ulang, dan kebun produktif di area masjid ditampilkan sebagai bukti efektivitas pendekatan ini. Melalui kolaborasi dengan lembaga lingkungan, masjid tidak hanya menjadi simbol kehijauan, tetapi juga agen perubahan perilaku masyarakat. Dengan demikian, diharapkan Green Mosque adalah solusi kontekstual yang memadukan otentisitas ajaran Islam dengan kesadaran ekologis modern, yang menegaskan bahwa dakwah tidak hanya retoris, tetapi juga aplikatif dalam menjaga bumi.
*Tema 2: Resepsi Ekologis atas Al-Quran dalam Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Panggul, Trenggalek*
Masyarakat pesisir Panggul, Trenggalek, memaknai ayat-ayat Al-Quran melalui lensa kearifan ekologis yang tercermin dalam praktik tradisional. Melalui tema ini, diskusi akan mengkaji bagaimana nilai-nilai Quran seperti QS. Ar-Rum (30:41) tentang larangan merusak bumi diresepsi dalam budaya lokal, seperti tradisi Labuh Laut, dan festival Banyu Sekoro. Masyarakat meyakini bahwa laut adalah amanah Ilahi, sehingga eksploitasi berlebihan dianggap melanggar prinsip mizan (keseimbangan) dalam Islam. Karenanya, bagi mereka tradisi menanam mangrove dipahami sebagai bentuk jihad ekologis, selaras dengan QS. Al-An’am (6:141) yang menekankan pelestarian sumber daya alam. Kearifan lokal seperti larangan menangkap ikan dengan bahan kimia juga dipandang sebagai interpretasi dari QS. Al-Baqarah (2:195) tentang larangan membinasakan diri. Diskusi ini akan menegaskan bahwa resepsi ekologis ini bukan sekadar adaptasi budaya, tetapi upaya sistematis untuk memaknai Quran secara kontekstual di tengah ancaman perubahan iklim. Dari diskusi ini nanti diharapkan kita bisa sadar bahwa integrasi tafsir ekologis dengan kearifan lokal bisa menawarkan model keberagamaan yang holistik, di mana iman dan ekologi tidak terpisahkan, yang sekaligus bisa menjadi solusi kritis bagi krisis lingkungan global.
Green Islam dan Ushuluddin: Dari Realitas Menuju Teks
Salam Hangat
Fordis Dosen Ushuluddin Nasional 2025